Tuesday, July 24, 2012

Pada Awalnya

Awalnya hanya pembicaraan mengenai sebuah cabai berbentuk hampir bulat yang punya nama aneh. Cabe gendot. mengingatkan kita dengan seorang kawan bertubuh gempal yang menyerupai cabe itu. Lalu kita mulai membicarakan lagi sayuran lain yang menyerupai salah satu teman kita, aku menunjuk jagung yang berbiji jarang itu dan gelak tawa timbul diantara riuhnya pasar. Membawa kita ke dimensi yang berbeda. Dimensi yang membuatku ingin kembali kesana. Hari selanjutnya, kamu bercerita tentang masa kecilmu yang begitu ramai, penuh dengan kenakalan dan keonaranmu. Kamu berhasil membuatku masuk ke dunia masa kecilmu. Sosokmu yang nakal membuatku tidak berhenti tertawa atas kebodohan-kebodohan yang kamu ceritakan. Aku suka mendengarnya. Aku berusaha merekam semua ceritamu dengan kadar memoriku yang minim. Tapi aku coba mengingatnya. Yang paling aku suka adalah ketika kamu bercerita tentang kelinci peliharaanmu. Namanya Bubu, karena warnanya yang abu-abu. Kelinci yang suka melengos kalau kau beri makan. Kelinci yang kau sapa tiap pulang sekolah. Kelinci yang akhirnya mati di tanganmu karena kamu gemas terhadapnya. Kita juga bercerita kepada dinding-dinding dapur yang lapuk dan dingin, yang menemani ketika kita mengupas bawang, memotong wortel, mendengar nyanyian kita, celotehan kita. Ingatkah saat kita berusaha menghangatkan diri memegang erat dan menggengam tangan masing-masing, melawan dinin udara yang menusuk sampai ke sumsum tulang belakang. Dan pada akhirnya dari hangat yang tersalurkan dari kedua tangan itu, aku tahu dan kamu juga tahu, bahwa ada hal lain yang mengalir disamping kehangatan itu.

Wednesday, April 18, 2012

Call it Nationalism

I've just got back from a short trip to our neighbor country, Singapore. Known as a very discipline country, well maintain, and not like the other country in South East Asia, Singapore can be categorized as a wealthy and prosper country. That's a little thing I know about the country.

So I stay there for 3 nights and 4 days with two of my best friend, Sari and Diandra. We planned about visit museums,local temples,and other cultural trip but the truth is we spent a lot of our times at shopping at Orchard Road. Orchard Road is a very well-known street mostly for the tourist, because it has shopping mall,branded shops,everywhere! There's also a hundred,maybe even million (sure i'm no counting on it) people are rushing and making this street always looks busy and crowded as well.

The public transportation also really well organized. Even the bus fare is count from how kilometer have you drive along with the bus.
But somehow I miss Indonesia where I can take a public transportation everywhere, just raise your hand, and the bus will come to you.

Also at the MRT, i saw that almost every people busy with their IPhone, IPad,and using headset or headphones. They're busy with their own world. Most of this kind of people are teenager. And stay a while in Singapore, using public transportation almost all the time, I can say that teenagers in Singapore are very 'dress up'. Anytime, anywhere. Well somehow, it looks a bit too much and annoyed me. How a girl who looks like going to work wearing sexy dresses and stand out heels. She's look more likely go to a bar to attract man than to go to the office. For once again, I miss Indonesia.
They might not look so stylish, fashionable (because not everybody afford it) but they know appropriate look.

Though i compare Indonesia and Singapore a lot, mostly about the discipline, the habit and the cleanliness, I still put my country as the one I really really loved. Maybe Indonesia never will be as clean, as organized, and as wealthy as Singapore, but I love Indonesia however it is.

*ignore the bad grammar and misspelling.i'm a human. :p